Img 20250506 Wa0004

Hindari Percampuran Harta Setelah Menikah, Solusinya Perjanjian Pranikah

Pojok Tanah

Lapahlapah, Bandarlampung: Banyak pasangan menikah belum memahami bahwa setelah menikah, harta yang diperoleh selama masa perkawinan secara hukum dianggap sebagai harta bersama. Akibatnya, masing-masing pihak tidak bebas lagi mengalihkan atau menjual tanah atas nama pribadi tanpa persetujuan pasangan. Menurut Notaris dan PPAT Hafsah Desiana, SH, M.Kn, solusi dari permasalahan ini adalah dengan membuat perjanjian pranikah atau prenuptial agreement.

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 35, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Maka, jika tidak ada perjanjian pranikah, pasangan suami-istri tidak bisa bebas bertindak atas hartanya masing-masing,” ujar Hafsah Desiana, Selasa (6/5/2025).

Pasal 36 UU Perkawinan juga menegaskan bahwa dalam hal harta bersama, suami atau istri hanya bisa melakukan perbuatan hukum seperti menjual tanah, dengan persetujuan pasangan. “Jadi, tanpa persetujuan pasangan yang sah, akta jual beli tidak dapat dilaksanakan oleh PPAT,” jelas Hafsah.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa dalam praktik, penjual tanah biasanya adalah pemilik yang namanya tertera di sertifikat. Namun, jika penjual menunjuk pihak lain sebagai perantara atau makelar, maka harus dibuat surat kuasa. “Perlu diingat, surat kuasa mutlak dilarang untuk peralihan hak atas tanah. Oleh karena itu, penjual dan pasangan sah tetap harus hadir dan menandatangani akta,” tegasnya.

Dengan adanya perjanjian pranikah yang dibuat sebelum menikah dan disahkan oleh notaris, masing-masing pasangan tetap memiliki kebebasan dalam mengelola dan mengalihkan harta pribadi, termasuk tanah.

“Perjanjian pranikah bukan hanya soal harta, tapi bentuk antisipasi agar tidak terjadi kendala hukum di masa depan. Ini penting untuk dipahami semua calon pasangan,” tutup Hafsah Desiana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *